Rabu, 27 Mei 2015

Kampung Mahmud,Kampung Rawa yang tak Pernah Tenggelam


Jauh sebelum Indonesia merdeka, Eyang Syekh  Dalem Abdul Manaf yang merupakan keturunan ketujuh dari Syarif Hidayatullah  atau yang lebih terkenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati,meninggalkan kampung halamannya untuk pergi ke Mekkah. Ketika beliau ingin pulang, beliau sempat berdoa di Gubah Mahmud—dekat dengan Masjidil Haram, beliau memanjatkan doa betapa ia ingin mempunyai kampung yang bebas dari penjajah. Dari sana, beliau membawa sekepal tanah lalu ditebarkan di daerah rawa rawa pinggiran sungai Citarum yang terpencil dan agak tersembunyi. Lokasi yang terpencil dan agak tersembunyi dipilih untuk menghindari penjajah pada masa itu. Daerah tersebut akhirnya diberi nama kampung Mahmud (kata Mahmud sendiri berasal dari kata bahasa Arab Mahmuudah yang artinya pinuji atau puji) dan menjadi pusat perjuangan penyebaran agama Islam di daerah Priangan.

Secara geografis, kampung ini terletak diantara sungai Citarum baru dan Citarum Lama. Hal yang menjadi aneh ketika kampung Mahmud tak pernah terkena banjir padahal  diperkirakan mempunyai elevasi 662-664 m, ketinggian yang lebih rendah dari Dayeuh Kolot, Baleendah atau Cileuncang yang sudah sangat terkenal sering banjir. Konon, kampung yang terletak di antara dua sungai ini dilindungi oleh putra pendiri kampung Mahmud, yaitu Raden Kalung Baima Nagara yang merupakan campuran antara jin dan manusia yang mempunyai wujud ular raksasa. Ular tersebut  kepalanya terletak di Gunung Wayang dan ekornya ada di sungai Citarum (Sanghyang Tikoro).


 Gambar 1 Letak Kampung Mahmud diantara dua sungai
Sumber : https://parttimesleeper.wordpress.com/2013/08/31/catatan-perjalanan-kampung-mahmud/

Kampung Mahmud terletak di wilayah Kabupaten Bandung Selatan, Kecamatan Marga Asih Desa Mekarrahayu di RW 04. Dari pusat Kota Bandung,akses menuju sana dapat menggunakan angkot Tegalega-Mahmud,sementara dari Soreang dapat menggunakan angkot yang menuju Cilampeni, lalu diteruskan dengan ojek menuju kampung Pameuntasan, lalu menyebrang ke kampung Mahmud. Angkutan umum yang menuju kampung Mahmud hanya beroperasi hingga pukul 18.00 WIB.

Saat ini kampung Mahmud terkenal dengan wisata reliji. Terdapat  Maqom Mahmud yang merupakan makam Eyang Syekh  Dalem Abdul Manaf, orang orang biasa berziarah ke maqam tersebut pada hari apapun terutama minggu ke-dua di bulan Syawal atau Jumat kliwon. Masyarakat percaya pada hari tersebut roh roh nenek moyang akan berkumpul dan mangabulkan semua permintaan Pada hari hari besar Islam seperti Rajaban (27 Rajab) atau Muludan (12 Mulud) digelar shalawatan,pengajian dan permainan terbang (kesenian tradisional Sunda buhun).


Gambar 2. Makam Eyang Syekh Dalem Abdul Manaf ramai dikunjungi peziarah
Sumber : https://parttimesleeper.wordpress.com/2013/08/31/catatan-perjalanan-kampung-mahmud/

Selain wisata reliji, wisata arsitektur kampung Mahmud juga patut diperhitungkan. Mereka mempunyai bangunan rumah adat yang cukup khas. Rumah adat masyarakat asli kampung Mahmud adalah rumah panggung tradisional masyarakat Sunda yang berstruktur kayu dan berdinding bilik.Tipe bangunan merupakan rumah Jolopong—atap panjang dan dinding rumah terbuat dari bilik ,lantai terbuat dari kayu atau biasa disebut balagbag, kolom kayu disangga pondasi batu. Didalamnya terdapat ruang yang cukup besar untuk menerima tamu atau untuk mengadakan acara selamatan.

Dalam proses konstruksi,rumah ini menghidari penggunaan bahan kaca,genteng barong dan tembok. Hal tersebut mempunyai filosofi kesederhanaan, mereka meyakini bahwa rumah merupakan tempat tinggal sementara,tidak abadi. Menurut ajaran Islam,tidak baik seseorang hanya memikirkan pembangunan fisik yang bersifat duniawi saja, ada baiknya manusia banyak menghabiskan waktu diluar rumah dengan bekerja, beribadah di mesjid atau bersilaturahmi dengan tetangga. Dengan mengutamakan kesederhanaan,manusia akan terhindar dari iri dan dengki lalu bisa fokus untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah S.W.T.

Gambar 3. Rumah Tradisional Masyarakat Kampung Mahmud
Sumber: https://ririnkyurin.wordpress.com/tag/kampung-adat-mahmud/

Kampung Mahmud sama seperti kampung adat lainnya yang mempunyai kebiasaan kebiasaan yang khas. Masyarakat kampung Mahmud dilarang memelihara soang (angsa) dan kambing. Selain itu, membuat sumur (sekarang sudah diperbolehkan karena sumber air dari sungai citarum sudah tercemar),pertunjukan wayang,menabuh go’ong dan menampilkan kesenian jaipongan juga merupakan hal yang dilarang.Hal ahal tersebut bukan merupakan larangan yang tertulis, hanya masyarakat percaya bahwa hal hal tersebut akan dilanggar akan menimbulkan malapetaka untuk si pelanggar. Malapetaka tersebut dapat berupa kesulitan ekonomi,penyakit,rusaknya hubungan rumah tangga,dan hal hal buruk lainnya.

Kampung Mahmud dengan segala keunikannya layak dikunjungi, apalagi letaknya tidak terlalu jauh dari kota Bandung. Kampung yang sarat dengan nilai historis ini patut dipelajari nilai nilainya. Jadi tunggu apalagi, luangkan waktu, buat itenarary dan meluncur ke kampung Mahmud!

Referensi:

http://sundasamanggaran.blogspot.com/2010/01/selayang-pandang-kampung-adat-mahmud-di.html
https://parttimesleeper.wordpress.com/2013/08/31/catatan-perjalanan-kampung-mahmud/